Bukan negara hukum tapi negara etika

Photo by Sebastian Pichler on Unsplash

Sebetulnya topik tulisan ini berawal dari sebuah ucapan Cak Nun yang mengatakan bahwa “negara hukum adalah negara yang rendah”. “jangan pernah sebuah negara jadi negara hukum….harus kalau bisa jadi negara akhlak atau moral… kalau negara hukum, ada orang mati di jalan, anda lewati (tidak menolong), tidak masalah menurut hukum.. ada orang kecelakaan anda tidak tolong, tidak masalah menurut hukum… ada orang lapar tidak anda kasih makan, tidak masalah menurut hukum…tapi salah menurut akhlak. maka negara hukum itu rendah….hukum itu hanya jalan kalau ada aparatnya”.

Begitulah ucapan yang Cak Nun katakan pada suatu acara. Hmm, menarik memang untuk dicermati. Intinya Cak Nun mengatakan bahwa jangan sampai suatu negara menjadi negara hukum, harusnya sebuah negara menjadi negara akhlak/moral.

Saya sepakat pada pemikiran Cak Nun bahwa diatas hukum itu ada etika dan kemanusiaan. Bahkan seorang sufi Nasruddin Hoja pernah mengatakan “bukan manusia yang mengikuti hukum, tapi hukumlah yang harus disesuaikan dengan kemanusiaan”.

Contohnya begini, kalau anda pernah menonton film The god must be a crazy, aktor utamanya Nixau dalam cerita film tersebut ia dihukum penjara namun didalam penjara ia tak bisa tidur dan gusar. Kenapa ?, karena Nixau sehari-harinya tidur tidak beratapkan langit, ia tak bisa tidur jika didalam ruangan. Nah inilah yang disebut etika/kemanusiaan diatas hukum, harusnya ada hukuman yang sesuai dengan Nixau. Tak boleh dia dihukum dengan penjara walaupun dalam cerita tersebut sebetulnya dirinya tidak bersalah.

Saya gunakan contoh lain, ketika ada pejabat bergelimang harta sedangkan disekelilingnya masih ada rakyat yang kelaparan, apakah pejabat tersebut melanggar hukum ?.

Baca juga  Simbolisme dan Filosofi Semar

Tentu saja tidak, karena secara hukum pejabat tersebut tidak melanggar hukum, tapi secara moral atau etika melanggar etika dan moral. Atau jika pejabat sudah patut diduga korupsi harusnya secara etika ia harus meletakkan jabatan, tapi secara hukum dirinya masih sah-sah saja menjabat.

Padahal, dalam sumpah jabatan jika seseorang sudah patut diduga ia harus mengundurkan diri. Lihatlah negara Jepang yang sangat menjunjung tinggi etika, bagaimana jika ia terduga bersalah ia akan langsung mengundurkan diri.

Kita harus ingat bahwa diatas hukum posisitf ada tatanan etika yang menjadi pertimbangan lurus dalam berpikir dan bernurani. Kita harus berpedoman bahwa kita hidup agar jangan mengingkari hati nurani. Etika berbicara tentang kepantasan, karena orang beretika sudah pasti akan mematuhi hukum. Sekian tulisan pendek ini, semoga kita bisa menjadi manusia beretika dan bermoral.

 

Post Author: dekikurnia

Suka menulis, main gitar dan baca buku